Kenali 2 Pilihan Pengenaan Tarif Jasa Bengkel
Jakarta, PBOIN – Seringkali antara pihak bengkel dan konsumen terlibat perselisihan soal tarif jasa perawatan atau perbaikan kendaraan. Penyebab utama sering karena kesalahpahaman komunikasi di awal.
Menurut Ketua Umum Persatuan Bengkel Otomotif UMKM Indonesia (PBOIN) Hermas E Prabowo, Selasa 16 April di Jakarta, masyarakat perlu tahu bahwa ada 2 (dua) tipe pengenaan besaran tarif jasa perawatan atau perbaikan kendaraan.
“Keduanya sah berlaku di Indonesia, dan diterima masyarakat,” tegas Hermas.
Dua tipe pengenaan besaran tarif jasa bengkel itu adalah pengenaan tarif jasa bersifat sepihak oleh bengkel dan pengenaan tarif jasa berdasar kesepakatan.
Berikut penjelasannya:
1. Pengenaan besaran tarif jasa sepihak oleh bengkel.
Pihak bengkel biasanya sudah mempunyai dan menetapkan daftar besaran tarif jasa bengkel sendiri, tanpa perlu persetujuan dari calon konsumen.
Kalau calon konsumen mau silakan dilanjutkan pekerjaan perawatan atau perbaikan kendaraan di bengkel itu, kalau tidak mau bisa cari bengkel lain.
Besaran pengenaan tarif jasa bengkel berbeda antara bengkel satu dengan yang lain, dan itu wajar karena banyak faktor.
Misalnya kualitas pekerjaan, spesialisasi bidang pekerjaan, target kualitas yang ingin dicapai, tingkat kesulitan, kondisi geografis, jarak dengan kota dan pusat suku cadang, UMR/UMP setempat, risiko pekerjaan dan banyak faktor lain.
Pengenaan tarif jasa sepihak oleh bengkel tidak hanya berlaku di bengkel resmi, tapi juga berlaku di bengkel mandiri besar maupun UMKM.
“Jadi banyak juga bengkel UMKM yang sudah menetapkan pengenaan besaran tarif jasa sepihak oleh bengkel dan itu sah-sah saja,” jelas Hermas.
Pemahaman bahwa hanya bengkel resmi dan mandiri besar saja yang boleh mengenakan tarif jasa secara sepihak, itu jelas salah.
Bengkel UMKM juga boleh dan banyak yang mengenakan, terutama yang manajemen bengkelnya sudah lebih baik.
Calon konsumen tentu tidak bisa menawar, kalaupun ada “bonus” biasanya bengkel punya program diskon khusus pada situasi tertentu saja, misalnya.
Bengkel seperti ini biasanya sudah mempunyai sistem pengelolaan bengkel yang lebih baik, alur kerja yang jelas, dan adanya jaminan garansi.
Bengkel sudah punya standar daftar besaran tarif jasa untuk masing-masing jenis perawatan atau perbaikan kendaraan.
Calon konsumen bisa bertanya lebih dulu pada pihak bengkel sebelum memutuskan melakukan perbaikan atau perawatan.
Karena bengkel adalah entitas bisnis yang tentu ingin maju dan berkembang, dasar pengenaan besaran tarif jasa bengkel biasanya sangat hati-hati dan mempertimbangkan banyak faktor di atas.
Bengkel tidak akan mau untuk meng-getok harga, atau mengenakan besaran tarif jasa tidak wajar, karena itu akan merugikan bisnis mereka sendiri.
2. Pengenaan besaran tarif jasa berdasar kesepakatan.
Di sini ada ruang bagi calon konsumen untuk negosiasi atau tawar-menawar harga.
Jika ada kesepakatan bisa lanjut ke tahap pengerjaan, bila tidak bisa pindah ke bengkel atau mekanik freelance lain.
Jenis pengenaan besaran tarif jasa perawatan atau perbaikan kendaraan berdasar kesepakatan ini umumnya dilakukan oleh bengkel skala mikro-kecil yang belum punya manajemen yang cukup baik, dan umumnya dilakukan juga oleh mekanik freelance.
Beberapa bengkel juga memberlakukannya saat melakukan pekerjaan yang bersifat darurat atau khusus, seperti perbaikan di lokasi konsumen atau di jalan.
Besaran tarif yang dikenakan murni berdasar kesepakatan di awal antara calon konsumen dengan bengkel atau mekanik freelance. Negosiasi terbuka untuk dilakukan sampai ketemu tingkat harga yang disepakati.
Jika tidak ada kesepakatan di awal, berpotensi timbul masalah atau perselisihan.
Dalam hal ini calon konsumen harus lebih jeli dan detail menanyakan di awal biaya atau tarif jasa perawatan atau perbaikan kendaraan, jangan sampai tidak.
Calon konsumen bisa mengajukan penawaran, dan bengkel atau mekanik freelance boleh untuk tidak menyepakati.
Beberapa kasus yang disebut sebagai “getok harga” terjadi. Hal itu bisa terjadi akibat posisi tawar calon konsumen yang rendah akibat tidak ada opsi untuk mendapatkan bengkel atau mekanik freelance lain, sementara situasi darurat dan mendesak.
Kasusnya biasanya konsumen kalah posisi tawar, dan pekerjaan yang dilakukan bengkel atau mekanik freelance bersifat musiman, dalam kondisi tertentu dan konsumen bukan pelanggan.
“Kalah negosiasi, lalu merasa digetok. Padahal dalam situasi tertentu bengkel atau mekanik freelance juga sering kalah negosiasi dan di-press harganya oleh konsumen juga. Baiknya lakukan negosiasi di awal,” jelas Hermas.(WAN)